Sabtu, 29 Mei 2010
Penerbit : PT (Persero) Penerbitan dan Pecetakan
BALAI PUSTAKA
Pengarang : Motinggo Busye
Kelompok : Novel
Bahasa : Indonesia
Sinopsis : Seorang bapak yang sudah sakit – sakitan ia sudah tidak peduli dengan dirinya sendiri, apalagi anak dan istrinya. Ia telah memasrahkan dirinya kepada Tuhan. Bersama istrinya (istri keduanya karena istri pertamanya telah meninggal) dan seorang anak yang sangat mencintainya yaitu Abas.
Pada suatu malam Abas bersama bapaknya berbicara, karena mereka telah lama sekali tidak saling berbicara, walaupun demikian Abas sangat gugup dan ia mengatasi kegugupanya itu dengan membakar seputung rokok. Abas bertanya bagaimana sebaiknya sikap suami kepada istrinya, dengan tujuan agar bapak dan ibu tirinya hidup seperti keluarga yang selayaknya. Karena ibu tirinya ini bukanlah seorang istri yang baik. Namun, bapak salah, ia mengira anaknya bertanya seperti itu karena sudah mau menikah. Bahkan bapak sangat setuju dan bersedia membiayai pernikahannya bahkan bersedia mencarikan rumah untuk anak dan istrinya nanti. Bukannya senang, namun anak itu merasa tepukul, bapaknya seperti ingin mengusirnya cepat-cepat. Memang sebenarnya anak itu telah lama ingin pergi dari rumah itu. Namun rasa cinta kepada bapaknyalah yang menahannya di sini.
Keesokan paginya Abas telat untuk berangkat kerja ke pabrik Bapak. Saat itu Abas mendapatkan seorang buruh sedang mengencingi gentong-gentong santan. Ia adalah Samingun buruh yang telah menyelamatkan pabrik itu dari kebakaran. Adalah Toyib orang dibalik itu semua, ia ingin mencoba membakar pabrik itu, sebab ia sakit hati karena pemecatan oleh si Banual (bapak Abas). Namun betapapun pahlawannya Samingun nasibnya tak pernah diperhatikan oleh Banual. Oleh karena itu ia kesal.
Dua hari Abas tidak masuk karena pertengkarannya dengan si Samingun, namun bapaknya tidak tahu. Dan karena suatu hal yaitu karena Abas telah menampar ibu tirinya karena suatu tindakan yang tidak senonoh sebagai seorang ibu. Bapak menanyakan Abas mengapa dua hari ini ia tak masuk. Lalu Abas menceritakannya. Bapak hampir tidak percaya jika saja aku tidak bersumpah dan bahkan rela dibunuh. Lalu terucap perkataan dari bapak “aku tidak mau membunuh dua orang sekaligus dalam satu aliran darah”. Dengan takut bapak menceritakan kepada Abas bahwa ia membunuh Sumilah (ibu kandung Abas) dalam keadaan hamil. Abaspun sangat marah dan kesal sampai dia mengancam ingin membalas perbuatan bapaknya suatu saat nanti.
Saat itu pun tiba dengan membuang rasa kasihan Abas mencoba membunuh bapaknya saat sedang tertidur. Namun, entah mengapa Abas tidak tega atau kasihan kepada bapaknya. Ia pun menjatuhkan martil yang hendak digunakannya untuk membunuh bapaknya itu. Dengan pilunya bapak dan Abas menangis dan saling memaafkan.
Masalah demi masalah yang terselesaikan dan seiring keinginan Abas untuk meniggalkan kota itu. Bapak menyuruh Abas agar ia pergi ke Kupangkota kota kelahirannya dan kota dimana ibunya dimakamkan. Keesokan paginya ia berpamitan kepada bapak dan Giyem (ibu tirinya) yang begitu saja pergi setelah menyalaminya. Bapak menggengami tangan Abas dengan sejumlah uang dan mengecup dahi Abas dan akhirnya Abaspun pergi.
Lama Abas tinggal di kota kelahirannya dan tidak seorangpun mengetahui asal-usulnya. Seiring berjalannya waktu Abaspun mencintai seorang gadis, Tatiana namanya. Merekapun akhirnya menikah dan Tatiana hamil mengandung anak Abas. Namun, waktu demi waktu mereka berumah tangga, Abas mengetahui dari tante Cor yaitu ibu Tatiana bahwa tante Cor bukanlah ibu kandung Tatiana. Tatianapun tidak pernah ingin menceritakan hal ini. Ternyata Tatiana adalah anak dari Sumilah yaitu ibu kandung Abas juga, dimana ia melahirkan sebelum ia meninggal karena ditusuk belati oleh si Banual bapak kandung Abas. Abas sangat terpukul, karena pernikahannya adalah pernikahan sedarah. Namun, ia tidak ingin menceritakan hal ini, karena sesungguhnya tante Cor dan Tatiana tidak mengetahui asal-usul Abas. Semakin hari rumah tangga mereka semakin buruk. Abas selalu termenung memikirkan hal ini. Istrinyapun tidak tahan dengan keadaan Abas yang seperti itu. Timbullah akal Abas untuk mencari pertengkaran dengan istrinya agar ia bisa meninggalkan istrinya. Hal itu pun terjadi dan merekapun bercerai, Abas berjanji akan membiayai kehidupan Tatiana dan anaknya sampai Tatiana memiliki suami lagi. Akhirnya Abas pergi ke Jakarta bekerja sebagai buruh pabrik kelapa dan Tatianapun menikah lagi.
Riwayat Pengarang :
Motinggo Busye, Lahir tanggal 21 November 1937 di Kupangkota, Lampung. Ia pernah menempuh pendidikan di Fakultas Hukum, Universitas Gajah Mada, tapi tidak tamat, karena lebih aktif melibatkan diri dengan para sastrawan di Yogyakarta dan mengikuti kegiatan teater bersama Kirdjomuljo, Nasjah Jamin, Subagio Sastrowardoyo dan Rendra.
Ia Mulai dikenal tahun 1985 karena memenangkan Hadiah Pertama dengan dramanya, Malam Jahanam, dalam sayembara drama Indonesia. Motinggo juga dikenal sebagai penulis drama, pelukis, penyair, penulis cerpen – cerpen dan novel, aktor, juga sutradara. Belakangan ia juga terjun sebagai sutradara film
Cerpennya, Nasehat Anakku, mendapat Hadiah Sastra 1962. Cerpen- cerpennya diterjemahkan dalam bahasa Belanda, Perancis, Jerman dan Jepang. Busye banyak menulis novel pop, karenanya dia banyak menerima kecaman dari masyarakat.
Ayah motinggo, Djalil Radja Alam adalah putra Kepala Negeri Matur yang bernama Datuk Sakti, yang terkenal di Minangkabau sebagai menantu Sentot Alibasyah Prawirodirdjo.